Rabu, 27 Maret 2013

Business Process Reengineering

1. Pengertian Business Process Reengineering
BPR atau Rekayasa ulang proses bisnis adalah pemikiran kembali secara fundamental dan perancangan kembali proses bisnis secara radikal, dihasilkan dari sumber daya organisasi yang tersedia. BPR menggunakan pendekatan untuk perancangan kembali cara kerja dalam mendukung misi dan mengurangi biaya dalam suatu organisasi. Perancangan ulang dimulai dengan penaksiran level tinggi terhadap misi organisasi, tujuan strategis, dan kebutuhan pelanggan. Pertanyaan dasar yang di tanyakan seperti "apakah misi kita harus diperjelas? Apakah tujuan strategis kita berjalan beriringan dengan misi kita? Siapa pelanggan kita?"

2. Pengertian Lain BPR
Business Process Reengineering dikenal juga dengan istilah Business Process Redesign (Perancangan Ulang Proses Bisnis), Business Transformation, atau Business Process Change Management. Business Process Reengineering (BPR) dimulai sebagai teknik sektor privat untuk mendukung organisasi secara fundamental memikirkan kembali bagaimana mereka mengerjakan bisnis yang mampu meningkatkan jasa kepada pelanggan, memotong biaya operasional dan menjadi kompetitor kelas dunia. Kunci utama dalam perancangan ulang adalah pengembangan sistem informasi dan jaringan. BPR meliputi analisis dan perancangan alir kerja (workflow) dan proses-proses dalam sebuah organisasi. Berdasarkan Daven ports (1990), proses bisnis adalah sekelompok tugas-tugas yang saling berhubungan secara logis, dilaksanakan untuk mencapai sebuah hasil bisnis yang jelas.
Re-engineering ("rekayasa ulang") adalah dasar dari perkembangan-perkembangan manajemen yang muncul belakangan ini. Tim lintas-fungsional (Cross-functional team), contohnya, telah banyak dikenal karena perannya dalam perancangan ulang tugas - tugas fungsional yang terpisah menjadi proses - proses lintas - fungsional yang lengkap.

Dalam kerangka kerja untuk penaksiran dasar terhadap misi dan tujuan, perancangan ulang memfokuskan kepada proses bisnis organisasi – langkah-langkah dan prosedur yang mengendalikan bagaimana sumber daya digunakan untuk memproduksi barang dan jasa yang memenuhi kebutuhan pelanggan dan pasar yang khusus. Proses bisnis dapat disusun kembali menjadi aktivitas - aktivitas spesifik, diukur, dimodelkan dan diperbaiki. Dapat pula dirancang ulang secara keseluruhan atau dieliminasi sekaligus. Perancangan ulang mengidentifikasikan, menganalisa, dan merancang ulang proses inti bisnis organisasi dengan tujuan untuk mencapai hasil maksimal dalam ukuran kinerja kritis seperti biaya, kualitas, jasa dan kecepatan.
Perancangan ulang membagi-bagi proses bisnis menjadi sub-sub proses dan tugas yang dilaksanakan oleh beberapa area fungsional terspesialisasi dalam organisasi. Seringkali tidak seorang pun yang bertanggung jawab atas kinerja keseluruhan proses. Perancangan ulang memaksimalkan kinerja subproses yang akan menghasilkan beberapa keuntungan, namun tidak menjanjikan peningkatan yang dramatis jika prosesnya sendiri tidak efisien dan tertinggal. Untuk alasan itu, perancangan ulang memfokuskan pada merancang kembali proses secara keseluruhan untuk mencapai keuntungan maksimal bagi organisasi dan pelanggan. Hal ini berbeda dengan proses yang memfokuskan pada peningkatan fungsional atau incremental saja.



3. Definisi Business Reengineering Process
Robert Janson dalam Institute of industrial Engineers (1993:49) mendefinisikan reengineering sebagai pembaharuan proses dalam organisasi secara radikal yang banyak digunakan perusahaan untuk memperbaharui komitmen mereka terhadap pelayanan kepada pelanggannya. Fokus utamanya adalah membuat perbaikan disegala bidang dalam pelayanan organisasi, contohnya sumber daya manusia, proses kerja, dan teknologi. Reengineering menolong perusahaan melewati rintangan sistem kerja yang tidak mendukung pencapaian tingkat kepuasaan pelanggan. Michael Hammer dan James Champy menyatakan bahwa Business Process Reengineering (BPR) adalah:

"Pemikiran dan perancangan ulang suatu sistem bisnis secara mendasar (fundamental) dan radikal untuk mendapatkan perbaikan secara dramatis pada saat kritis, dengan mengukur kinerja saat ini melalui elemen-elemen biaya, kualitas, pelayanan dan kecepatan." Definisi ini adalah salah satu definisi yang paling sering dipakai dan dapat ditemukan dalam berbagai jurnal dan artikel ilmiah. Dalam definisi dari Michael Hammer diatas, terdapat empat kata kunci yaitu fundamental, radikal, dramatis dan proses, berikut penjelasan nya seperti di bawah ini :

1. Fundamental
Dalam melakukan proses reengineering dua pertanyaan mendasar yang akan ditujukan adalah : Mengapa perusahaan berbuat seperti apa yang perusahaan perbuat? dan Mengapa perusahaan berbuat dengan cara seperti yang perusahaan kerjakan sekarang? Jika pertanyaan fundamental ini diajukan, maka akan memaksa pelaku bisnis untuk menggunakan asumsi dan aturan tak tertulis yang mendasari bisnis mereka, seringkali asumsi atau aturan ini keliru dan tidak tepat. Pertanyaan yang harus diajukan bukan "Apa yang sudah dikerjakan?", Tetapi "Bagaimana seharusnya dikerjakan?". Jawaban atas pertanyaan fundamental akan melahirkan juga sesuatu yang fundamental, yaitu tindakan perubahan yang fundamental. Reenginering berarti memulai sesuatu dari awal, tanpa asumsi dan pertama menentukan apa yang harus dilakukan oleh perusahaan kemudian bagaimana cara melakukannya.

2. Radikal
Radikal diserap dari bahasa latin "radix" yang berarti akar. Desain radikal dari proses bisnis berarti mendesain ulang sesuatu sampai ke akarnya, tidak memperbaiki prosedur yang sudah ada dan berusaha melakukan optimasi. Menurut Hammer, desain radikal berarti mengabaikan seluruh struktur dan prosedur yang sudah ada dan menemukan cara baru yang benar-benar berbeda dengan sebelumnya dalam menyelesaikan pekerjaan. Reengineering bukan merupakan business improvements, atau business enchacement, atau pun business modification, tetapi mengenai business reinvention.

3. Dramatis
Reengineering bukanlah suatu usaha mencapai perbaikan sedikit demi sedikit dan bertahap yang bersifat marginal atau incremental, tetapi merupakan usaha mencapai lompatan besar dalam perbaikan dan peningkatan performansi perusahaan. Tiga jenis perusahaan yang memerlukan reengineering adalah sebagai berikut:
• Perusahaan yang berada dalam kesulitan besar,
• Perusahaan yang belum mengalami kesulitan, tetapi mengantisipasi akan mengalami kesulitan, dan
• Perusahaan yang tidak mengalami kesulitan, tetapi justru berada pada puncak kerjanya.

4. Orientasi Proses
Orientasi pada proses merupakan kata kunci terpenting dalam definisi BPR, tetapi merupakan hal yang memberikan kesulitan besar bagi para manajer. Kebanyakan pelaku bisnis tidak berorientasi pada proses, tetapi pada tugas, pekerjaan, orang, dan struktur.


4. Prinsip - Prinsip Business Process Reengineering
• "Organized around outcomes, not task" : Prinsipnya adalah menetapkan satu orang yang dapat menyiapkan seluruh proses. Banyak pekerjaan yang tadinya terpisah digabungkan dan dipadatkan menjadi satu.
• "Have those who use the output of the process perform the process" : Maksud dari prinsip ini adalah sebuah departemen tidak perlu menunggu departemen lain untuk memenuhi kebutuhannya tapi dapat dilakukan sendiri tanpa menunggu departemen lainnya dengan bantuan data base dan expert sistem.
• "Subsume information-processing work into the real work that produce that information" : Kalau dua prinsip sebelumnya adalah bertujuan untuk memendekkan rantai proses. Prinsip ini adalah memindahkan pekerjaan dari seseorang atau bagian ke bagian lainnya, dalam arti kenapa tidak bagian yang menghasilkan informasi juga yang memproses informasi tersebut.
• "Treat geographically dispersed resources as though they were centralized": Sudah merupakan alasan klasik antara sentralisasi dengan desentralisasi. Desentralisasi resource seperti orang, peralatan, atau inventory memang memberikan lebih baik pelayanan terhaadap yang membutuhkannya, tetapi ongkos redudancy, birokrasi, dan ekonomi biaya tinggi. Perusahaan dapat melakukan tradeoff dengan menggunakan database, telecommunications networks, dan standarisasi processing sistems untuk membentuk suatu unit kontrol terpusat untuk koordinasi tetapi tetap fleksibel dan menghasilkan pelayanan yang baik. Teknologi informasi semakin memungkinkan perusahaan-perusahaan untuk beroperasi meskipun unit-unit individu mereka sepenuhnya otonom, sementara perusahaan tetap menikmati skala ekonomis yang dihasilkan melalui sentralisasi.
• "Link parallel activities instead of integrating their results": Pengembangan atau design produk merupakan contoh dari prinsip ini. Contoh pengembangan mesin fotocopy tiap unit pengembang subsistem dari mesin fotocopy bekerja secara pararel. Satu grup fokus di pengembangan optiknya, grup lainnya pada power supply nya tetapi tetap dilakukan dengan simultan dan terintegrasi supaya tidak salah dan menghemat waktu rancangnya.
• "Put the decision point where the work is performed, and build control into the process” : Maksud dari prinsip ini adalah orang yang melakukan perkerjaan juga dapat membuat keputusan dan pada proses tersebut dibangun sistem agar proses tersebut didalam kontrol. Informasi Teknologi dapat mengolah data, dan expert sistem dapat memberikan knowledge memungkinkan seseorang untuk membuat keputusannya sendiri.
• "Capture information once and at the source" : Tiap unit di departemen mempunyai kebutuhan dan formulir tersendiri untuk unitnya. Perusahaan dalam keseharian nya akan mengalami delay, entry error dan ongkos overhead. Sekarang kita dapat mengumpulkan semua data yang dibutuhkan ke dalam satu database untuk semua unit yang membutuhkan. Bar Code, relational database, dan electronic data interchange (EDI) mempermudah untuk collect, store, dan transmit information.

5. Peran TI

Teknologi Informasi berperan penting dalam konsep perancangan ulang. Pada masa sekarang, TI merupakan pendorong besar bagi beberapa bentuk kinerja dan kolaborasi di dalam dan luar organisasi.
Beberapa peran TI dalam BPR:
  • Basis data yang dibagi-bagikan (shared databases), membuat informasi tersedia pada banyak tempat.
  • Sistem ahli (expert systems) memungkinkan para generalis untuk melaksanakan tugas spesialis.
  • Jaringan telekomunikasi (telecommunication networks), memungkinkan organisasi dapat disentralisasikan dan didesentralisasikan dalam waktu yang sama.
  • Perlengkapan pengambilan keputusan (decision-support tools), memungkinkan pengambilan keputusan menjadi bagian dari pekerjaan sehari-hari.
  • Komunikasi data tanpa kabel (wireless data communication) dan komputer yang mudah dibawa (portable computer), memungkinkan personel lapangan bekerja secara independent.
  • Videodisk interaktif (interactive videodisk), untuk mendapatkan kontak langsung dengan pembeli potensial.
  • Identifikasi otomatis dan pelacakang (automatic identification and tracking), memungkinkan sesuatu untuk melaporkan dimana mereka berada bukan menunggu untuk ditemukan.
  • Perhitungan kinerja tinggi (high performance computing), memungkinkan perencanaan on-the-fly (diciptakan pada saat dibutuhkan) dan perbaikan.
Di pertengahan tahun 1900-an, sistem manajemen alur kerja dianggap seabgai kontributor penting dalam meningkatkan efisiensi proses antara lain para vendor ERP
6.Kunci Keberhasilan BPR
Beberapa komponen merupakan factor yang sangat kritis terhadap sukses nya BPR. Pertama, pada tahap awal BPR harus diintegrasikan dengan visi perusahaan, ttujuan dan strategi. Proses bisnis baru harus didesain dan konsisten dengan aspek-aspek perubahan. Tidak semua proses didalam organisasi harus didesain ulang. Beberapa proses mungkin memerlukan BPR sedang yang lainnya membutuhkan pendekatan perbaikan incremental seperti TQM. Hal ini merupakan ide yang baik untuk mengklasifikasikan proses dalam dua grup yang pertama terdiri dari proses yang membutuhkan perubahan inovatif sedangkan yang lain hanya membutuhkan perbaikan incremental. Antara proses yang membutuhkan perubahan yang inovatif adalah proses yang menciptakan nilai tambah terbesar untuk konsumen haruslah yang pertama kali didesain ulang.
Kedua komitmen manajemen puncak, dan pengetahuan dari BPR dibutuhkan untuk sukses nya proyek BPR. Komitmen dan sponsorship dibuthkan selama proyek BPR. Manajemen puncak diinformasikan selama proses BPR melalui komunikasi dengan tim perubahan. Ketiga, kelayakan dari BPR harus melaui penelitian “financial capability technological ability, managerial/operational ability” dari organisasi harus dinilai. Perusahaan harus mengevaluasi kapasitas mereka dalam mendukung suskes nya BPR.
Keempat, perubahan organisasi mengakibatkan perubahan budaya organisasi, system nilai, gaya manajemen harus disesuaikan dengan redesain proses. BPR yang sukses membutuhkan restrukturisasi yang lengkap pada penggerak kunci dari perilaku organisasi. Peranan dan tanggung jawab, pengukuran kinerja dan insentif, struktur organisasi, IT, system nilai dan keahlian harus diubah sebagai hasil dari BPR. Kelima, implementasi harus dimulai dari tahap awal dan seluruh organisasi harus terlibat di dalam perubahan proses terutama perencanaa perubahan proses dibutuhkan untuk suksesnya BPR.
Terakhir, BPR harus terintegrasi dengan process-based management tools yang lain seperti TQM, benchmarking, process mapping dan team based operation. Inovasi radikal dan continous improvement dapat dicapai secara stimultan dengan menintegrasukan process-based management diatas.
7.Kegagalan Penerapan BPR
Perusahaan memiliki keinginan untuk mengubah ketidakefisienan proses yang mengakibatkan menurunnya pangsa pasar, ketidakpuasaan pelanggan, saingan dan tantangan. Kesalahan dalam penerapan BPR seringkali terjadi karena kurangnya pemahaman terhadap BPR itu sendiri, BPR sering dianggap sebagai reengineerimg yang sifatnya imtuitif, kreatif dan bukannya sebagai usaha dari suatu teknik disiplin. Ketidakmampuan untuk melakukan BPR terjadi karena beberapa alasan yaitu kurang nya metodologi yang aktif, proses dan tujuan yang salah pada teknologi informasi dan kurang nya pengelolaan komitmen